Minggu, 11 Juli 2010

Bisnis di Balik Senjata Pol. PP

JAKARTA (Lampost/MI): Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai ada kepentingan bisnis di balik dipaksakannya pemberlakuan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 26/2010 yang memberi izin penggunaan senjata api bagi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).


Akibatnya, pemerintah tidak berani mencabut Permendagri itu. "Sudah kami cium gelagat kolusif (dalam pengadaan logistik senjata). Apalagi, bisnis pengadaan senjata tidak umum, sudah bagai mafia saja," kata Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PAN DPR Teguh Juwarno di Jakarta, Jumat (9-7).

Dia berjanji Komisi II DPR akan menyelidiki kaitan antara tidak dibatalkannya Permendagri No. 26/2010 walaupun sudah ada desakan dari masyarakat dengan proyek pengadaan senjata bagi Satpol PP. Dia berjanji membatalkan proyek pengadaan senjata bagi Satpol PP yang bisa membahayakan masyarakat sipil itu.
"Hak budgeting ada di kami. Hak kontrol bisa kami gunakan," kata Teguh tegas.

Dia pun menyebutkan Komisi II DPR akan mendesak pemerintah untuk mencabut Peraturan Pemerintah No. 5/2005 yang justru secara eksplisit membolehkan Satpol PP membawa senajata api dengan peluru tajam. Dia menyarankan Satpol PP mencontoh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mampu mendamaikan konflik Poso dengan menggunakan pendekatan budaya.

Pelanggar HAM
Pemberian izin penggunaan senjata api bagi Satpol PP juga ditentang oleh Direktur Program The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) Al Araf. Dia menegaskan bahwa inti pelanggaran HAM oleh Satpol PP adalah penggunaan senjata api.

Catatan Komnas HAM menunjukkan bahwa laporan pelanggaran HAM oleh pemerintah daerah dan Satpol PP per Januari hingga Mei 2010 mencapai 210 pengaduan. Dengan catatan ini maka Satpol PP menduduki peringkat kedua dalam laporan Komnas HAM setelah kepolisian yang mencapai 491 pengaduan.
"Intinya adalah kewenangan dan penggunaan senjata api. Jika masih diberikan, saya yakin jumlah pelanggaran HAM oleh Satpol PP akan terus bertambah," kata dia.

Menurut dia, Menteri Dalam Negeri harus tetap melakukan pencabutan klausul penggunaan senjata api ini, bukan masalah menurunkan standar penggunaan api. "Pasalnya, sebelum munculnya izin pemberian senjata api melalui Permendagri 26/2010, Satpol PP diizinkan menggunakan senjata api berpeluru tajam," ujar Al Araf.
Sementara itu, Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin menilai saat ini tidak perlu mempersenjatai Satpol PP. Menurut dia, aparat kepolisian sekarang ini masih sanggup melakukan pengamanan. Dia menegaskan bahwa saat ini anggota Satpol PP di Kota Makassar tidak akan dipersenjatai meski hanya menggunakan peluru karet (bukan peluru tajam).

Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Saut Situmorang menyatakan dengan Permendagri No. 26/2010 justru persenjataan Satpol PP lebih terarah. Penggunaan senjata api berpeluru tajam tidak diperbolehkan. Artinya, penggunaan senjata api hanya untuk bertenaga gas dan berpeluru hampa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan pesan anda untuk artikel ini tapi JANGAN coba-coba mengirimkan SPAM. Dan jangan lupa untuk mengklik iklan yang ada di blog ini agar blog ini terus berkembang menjadi lebih baik dan berkualitas...1 iklan yang anda klik akan sangat bermakna bagi kami...

Related Posts with Thumbnails