Hidup adalah perjuangan. Kata itu tampaknya cocok disematkan untuk  Rusdijah (45). Betapa tidak, ibu beranak lima ini berjuang keras tiap  hari demi bertahan hidup di tengah kerasnya kota Jakarta. Suaminya  pengidap darah tinggi yang telah wafat lima tahun silam akibat  terpeleset dari kamar mandi, membuatnya kian ikhlas menjalani hidup  sebagai single parents.
Rusdijah ialah satu dari sekian  banyak perempuan yang berprofesi sebagai petugas kebersihan di Lapangan  Banteng, Jakarta Pusat. "Saya sudah lima tahun kerja ini," ujar Rusdijah  saat ditemui di Lapangan Banteng. Rusdijah mengaku, di bulan Ramadhan  ini cukup sulit menjalani dua aktivitas sekaligus, berpuasa dan  membersihkan lapangan. Namun hebatnya, ibu ini tetap menomorsatukan  ibadah puasanya. "Capek, haus. Tapi bagaimana, puasa kan juga  kewajiban," tuturnya.
Selain pengorbanannya yang total pada  pekerjaannya itu, rupanya kisah hidup Rusdijah pun cukup memprihatinkan.  "Waktu itu rumah saya kebakaran di Kwitang," ucap Ibu yang akrab disapa  Ijah ini mengawali ceritanya. Usai insiden kebakaran yang menghanguskan  rumah lengkap dengan seluruh perabotannya, Ijah pindah ke Citayam.  "Nggak ada satu pun barang yang tersisa," ujarnya. Kebakaran itu,  menurut dia, terjadi karena hubungan pendek arus listrik. Kebakaran itu  cukup memilukan hatinya hingga kini.
Ternyata cobaan tak berhenti  sampai disitu. Selang beberapa bulan ia dan keluarga pindah ke Citayam,  suaminya pengidap darah tinggi terpeleset di kamar mandi. Tak lama,  sang pencari nafkah itu pun dipanggil Sang Khaliq tuk selama-lamanya.  "Masih sedih kalau ingat itu," katanya.
Dua cobaan sudah yang  telah menimpa ibu pemilik empat anak lelaki dan satu anak perempuan ini.  Tetapi, Ijah tidak menyerah sedikit pun. Ia bertekad untuk melanjutkan  hidupnya kembali. Sedahsyat apa pun badai menghantam. "Meski susah,  hidupkan harus dilanjutkan," ujarnya.
Ia pun memutuskan untuk  menjadi petugas kebersihan. Anak-anaknya yang lain pun giat mencari  kerja. Sayangnya, dua anaknya jarang pulang. Anak perempuan  satu-satunya, Riska (12) pun tak tega melihat ibunya bekerja sendiri.  "Riska minta izin mau jadi tukang koran," ungkapnya. Di lubuk hati Ijah,  ia tak tega membiarkan anaknya yang waktu itu masih kelas IV SD untuk  berjualan. "Ternyata Riska nggak nyerah. Dia bener-bener jadi tukang  koran sama abangnya keempat," paparnya.
Di tengah morat-marit  hidup Ijah dan keluarganya, ia pun harus menelan pil pahit lagi. Anaknya  yang ketiga wafat karena sakit. "Lagi-lagi saya kehilangan," tuturnya  memilukan. Ijah pun kembali bangkit. Anak perempuannya itu rupanya yang  memberinya kekuatan untuk bertahan. "Riska yang buat saya kuat hadapi  hidup. Dia nggak pernah nangis dikatain teman-temannya tukang koran,"  paparnya.
Ijah pun mengakui, ternyata putri bungsunya tersebut  cerdas meski memiliki kenangan memilukan. "Dulu dia nggak mau masuk  sekolah. Saya nggak tahu kenapa. Astaghfirullah, saya kesal, saya tampar  dia," sesalnya. Ternyata, selang beberapa lama Riska mengakui ia tidak  mau masuk sekolah lantaran takut dan trauma. "Ternyata, itu anak  digertak sama kepala sekolahnya. Dikatain goblok dan bego. Ya Allah,  nggak tau apa itu anak yatim," ujar Ijah.
Akhirnya, Ijah pun  menyelidiki kenapa anaknya digertak dan dikatai dengan ucapan tak  senonoh itu. "Waktu itu, anak saya ditanyain pas lagi jualan kenapa  nggak sekolah. Anak saya keceplosan 'Biar sekolah gratis tapi kan  bukunya bayar' gitu kata Riska. Eh, nggak lama itu sekolah didatangi  orang DKI. Riska dianggap sumber tercemarnya nama sekolah. Dari situ  saya dipaksa buat ngeluarin Riska dari sekolah," paparnya. Namun  demikian, Riska tak sedih atau pun muram usai digertak kepala sekolah  tersebut. Ia hanya mogok sekolah karena trauma.
Ijah kini hidup  bahagia dengan putrinya yang kerap mengerjakan PR di kereta dan sering  tertidur hingga Bojong karena saking lelahnya. "Riska tiap hari bangun  pukul 04.00 pagi. Dia berangkat kan naik kereta. Dagang dulu, baru  sekolah di SMPN 273 Tanah Abang. Pulang sekolah, dia dagang lagi.  Uangnya nggak pernah dijajanin. Buat saya semua. Alhamdulilah,  guru-gurunya bilang Riska pintar," tutupnya penuh haru.


 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan pesan anda untuk artikel ini tapi JANGAN coba-coba mengirimkan SPAM. Dan jangan lupa untuk mengklik iklan yang ada di blog ini agar blog ini terus berkembang menjadi lebih baik dan berkualitas...1 iklan yang anda klik akan sangat bermakna bagi kami...